Etika Bisnis dalam Pasar Persaingan Sempurna
a.
Latar
Belakang Masalah
Pasar adalah
Sebuah forum di mana orang-orang berkumpul dengan tujuan untuk mempertukaran
kepemilikan barang atau uang. Pasar bisa berukuran kecil dan sangat sementara
(dua orang sahabat yang saling mempertukaran baju bisa dilihat sebagai tindakan
yang menciptakan pasar sementara) atau sangat besar dan relatife permanen
(pasar minyak mencakup sejumlah benua dan telah beroperasi selama beberapa
dekade).
Pasar bebas
persaingan sempurna adalah Pasar dimana tidak ada pembeli atau penjual yang
memiliki kekuatan cukup signifikan untuk mampu mempengaruhi harga barang-barang
yang dipertukarkan.
b. Analisis Masalah
Analisis masalah pada
penulisan ini adalah bagaimana Hubungan antara Etika Bisnis dan Pasar persaingan
sempurna.
Contoh Studi
Kasus :
1. CONTOH KASUS ETIKA BISNIS INDOMIE DI TAIWAN
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan
tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam
mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini
pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme
pasar.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar
dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis,
bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas
adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga
yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi
IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM
untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa
hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung
DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta
keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar
yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di
dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan,
dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan
benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak
cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama
nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini
dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat
berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa
benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam
mie instan tersebut. Tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam
batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan
aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg
nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan
berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko
terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex
Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan
Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan
Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan
seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua
negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
2.
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas
Indonesia ke Korea
Salah satu kasus
yang terjadi antar anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana Korea
menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel sehingga
Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut menyebabkan
Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen
hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping
itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia
ke Korsel yang tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi
67 juta dolar.
Karenanya,
Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini,
kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping
terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam
uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or other grafic
purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada
tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti
Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk
sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan
lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti
dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik
kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar
8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah
ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun
konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.
Karenanya,
Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB)
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui
proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan
Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO
dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel
DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya
praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan
kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian
akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.
Penyelesaian
Kasus
Dalam kasus ini,
dengan melibatkan beberapa subyek hukum internasional secara jelas
menggambarkan bahwa kasus ini berada dalam cakupan internasional yakni dua
negara di Asia dan merupakan anggota badan internasional WTO mengingat keduanya
merupakan negara yang berdaulat. Dan kasus dumping yang terjadi menjadi unsur
ekonomi yang terbungkus dalam hubungan dagang internasional kedua Negara dengan
melibatkan unsur aktor-aktor non negara yang berasal dari dalam negeri
masing-masing negara yaitu perusahaan-perusahaan yang disubsidi oleh pemerintah
untuk memproduksi produk ekspor. Dumping merupakan suatu tindakan menjual
produk-produk impor dengan harga yang lebih murah dari harga dan ini merupakan
pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan
melalui panel meminta agar kebijakan anti dumping yang dilakukan korea ditinjau
kembali karena tidak konsisten dengan beberapa point artikel kesepakatan
seperti artikel 6.8 yang paling banyak diabaikandan artikel lainnya dan
Indonesia juga meminta Panel terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding on
Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta
Korea bertindak sesuai dengan kesepakatan GATT dan membatalkan kebijakan anti
dumping impor kertas yang dikeluarkan oleh mentri keuangan dan ekonominya pada
tanggal 7 november 2003.
Yang menjadi
aspek legal disini adalah adanya pelanggaran terhadap artikel kesepakatan WTO
khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan penentuan tariff seperti yang
tercakup dalam GATT dan dengan adanya keterlibatan DSB WTO yang merupakan suatu
badan peradilan bagi permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Ini
menegaskan bahwa masalah ini adalah masalah yang berada di cakupan
Internasional, bersifat legal dan bergerak dalam bidang ekonomi. Sifat legal
atau hukumnya terlihat juga dengan adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah
Indonesia karena Korea dinilai telah bertindak ‘curang’ dengan tidak
melaksanakan keputusan Panel Sementara DSB sebelumnya atas kasus dumping kertas
tersebut yang memenangkan Indonesia dimana retaliasi diijinkan dalam WTO.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Departemen
Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel DSB pada November 2005 menyatakan
Korsel harus melakukan rekalkulasi atau menghitung ulang margin dumping untuk
produk kertas asal Indonesia. Untuk itu, Korsel diberikan waktu untuk
melaksanakan paling lama delapan bulan setelah keluarnya putusan atau berakhir
pada Juli 2006. Panel DSB menilai Korsel telah melakukan kesalahan dalam upaya
membuktikan adanya praktik dumping kertas dari Indonesia. Pengenaan tuduhan
dumping kertas melanggar ketentuan antidumping WTO. Korea harus menghitung
ulang margin dumping sesuai dengan hasil panel maka ekspor kertas Indonesia ke
Korsel kurang dari dua persen atau deminimis sehingga tidak bisa dikenakan bea
masuk antidumping.
Panel Permanen
merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan Panel Permanen juga tidak ditaati
oleh Korsel, Indonesia dapat melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas
kerugian yang diderita. Dalam retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk
atas produk tertentu dari Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama
pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan
otoritas dumping Korsel mengenakan BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat
perusahaan kertas, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas
Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp &
Paper, dan PT April Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping,
KTC menetapkan margin dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7 persen.
Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah plain paper copier dan undercoated
wood free printing paper dengan nomor HS 4802.20.000; 4802.55; 4802.56;
4802.57; dan 4809.4816.
Dalam kasus ini,
Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur terhadap Korsel.
Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat pengajuan konsultasi.
Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006 namun gagal. Korea
masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam pertemuan Korea mengulur-ulur
waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan industri kertas Indonesia.
Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari US$ 120 juta. Kerugian
tersebut akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu cukup lama, paling
cepat tiga bulan dan paling lama enam bulan.
Kasus dumping
Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan oleh Indonesia. Namun untuk
menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang maka indonesia
perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping
untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang
impor. Selain itu, diperlukan penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara
(BMADS) dalam rangka proses investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga
lebih murah dari harga di dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri.
selama ini, Indonesia belum pernah menerapkan BMADS dalam proses penyelidikan
dumping apapun padahal negara lain telah menerapkannya pada tuduhan dumping
yang sedang diproses termasuk kepada Indonesia. Padahal hal ini sangat
diperlukan seperti dalam rangka penyelidikan, negara yang mengajukan petisi
boleh mengenakan BMADS sesuai perhitungan injury (kerugian) sementara. Jika
negara eksportir terbukti melakukan dumping, maka dapat dikenakan sanksi berupa
BMAD sesuai hasil penyelidikan. Karenannya, pemerintah harus mengefektifkan
Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang merupakan institusi yang bertugas
melaksanakan penyelidikan, pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan bukti
dan informasi mengenai barang impor dumping, barang impor bersubsidi dan
lonjakan impor.
3. Contoh Kasus Pasar Persaingan Sempurna Produsen tahu tempe menghadapi
kenaikan harga kedelai
Pusat
Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) Jateng mendesak pemerintah
segeramerealisasikan pelimpahan kewenangan kepada Badan Urusan Logistik (Bulog)
untuk mengendalikan harga empat komoditas. Beras, gula, jagung, dan kedelai.
Realisasi pelimpahan itu sangat penting guna mengendalikan harga kedelai, salah
satu komoditas yang saat ini memicu isu hangat, agar tidak terus
melonjak tinggi. "Kabarnya saat ini, keputusannya masih menjadi evaluasi
tim yang dibentuk pemerintah. Kami berharap agar secepatnya
direalisasikan," ujarSekretaris Puskopti Jateng Rifai, Selasa (4/9).
Dikatakan, prediksi Bank Investasi GoldmanSachs tanggal 10 Aguistus lalu,
harga komoditas kedelai masih akan melambung tinggi.Diprediksi harga kedelai
akan mencapai angka Rp 8.700 di tingkat pengecer, dan Rp 8.400 ditingkat
distributor. Harga normal di kisaran Rp 5.000 - Rp 6.000.Ketua Puskopti Jateng
SutrisnoSupriyantoro mengatakan, melambungnya harga kedelai akan menjadi salah
satu isu pentingyang akan dibahas dalam rapat kerja Gabungan Koperasi Produsen
Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) tahun ini.
Dari contoh
kasus di atas, produsen tahu tempe termasuk dalam ciri-ciri pasar persaingan sempurna
yaitu terdiri dari banyak penjual dan banyak pembeli, bahkan penjual tergabung
dalam Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), setiap
perusahaan mudah keluar atau masuk pasar. Contohnya pedagang dapat memutuskan
untuk berhenti berjualan sampai kondisi pasar benar-benar stabil. 2.
Menghasilkan barang serupa, karena tidak ada perbedaan yang terlalu
nampak. 3. Terdapat banyak perusahaan di pasar dalam hal ini produsentahu tempe
dan penjual kedelai .4. Pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna
mengenai pasar. Dalam kasus ini pembeli sudah mengetahui terjadinya
kenaikan harga kedelai melalui informasi dari media dan meningkatnya harga tahu
dan tempe. Sehingga, mereka cenderung mengurangi konsumsi tahu dan tempe dan
kurangnya permintaan pasar. Menyebabkan keuntungan yang diperoleh oleh penjual
menjadi berkurang dan pendapatan mereka relatif sama.
c.
Kesimpulan
Pasar persaingan sempurna dapat didefinisikan sebagai suatu struktur pasar
atau industri dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual
atau pun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar.
Adam Smith mengungkapkan dalam bukunya Theory of Moral Sentiment, “Setiap
orang mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, tetapi ia dituntun oleh
tangan-tangan gaib untuk mencapai tujuan akhir yang bukan jadi bagian
keinginannya.” Etika pasar persaingan sempurna merupakan hal penting karena
perlunya bagaimana bersikap adil dan menjunjung kualitas barang, mengenai
bagaimana produsen memberikan keunggulan produknya sehingga konsumen tertarik
pada apa yang menjadi produknya, dengan demikian konsumen pun bisa memilih dan
mempertimbangkan barang mana yang mereka butuhkan dan kepercayaan konsumen akan
tertanam ketika produk yang dipilihnya itu berkualitas.
d.
Saran Etika Bisnis
Dalam penulisan ini, penulis memberikan saran yaitu dalam
etika bisnis pasar persaingan sempurna, memang harus dilakukannya sebuah etika
bisnis dimana kegiatan pasar tersebut sangat mencakup dalam mendorong pembeli
dan penjual menuju titik keseimbangan, maka dari itu dalam dunia bisnis bersikaplah yang bermoral agar mampu mengembangkan etika yang menjamin
kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
e.
Daftar Pustaka
Komentar
Posting Komentar